MENJAWAB POLEMIK SKP BAGI APOTEKER INDONESIA

(bagian 1)

Ijinkan saya menjawab secara terbuka terhadap ratusan inbox yang masuk kepada saya terkait dengan polemik SKP. Tentunya saya tidak akan menjawab satu persatu inbox yang masuk, pertanyaan2 tersebut akan saya kelompokkan sebagai berikut :
Q: BUAT APA SIH APOTEKER HARUS REPOT2 NGUMPULIN SKP? IAI BUKANNYA MEMPERMUDAH ANGGOTA MALAH BIKIN REPOT AJA!
A: Amanat PP 51/2009 pasal 37 adalah setiap apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi, sertifikat berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang melalui uji kompetensi. Serifikat kompetensi merupakan syarat untuk memperoleh STRA (Pasal 40 PP 51/2009 dan pasal 7 PMK 889/2011). Pasal 11 PMK 889/2011 “Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP)”
Jadi jelas ya bahwa uji kompetensi, sertifikat kompetensi dan SKP bukan akal2an IAI tapi merupakan perintah peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Q: 150 SKP TERLALU BERAT, MAHAL, REMPONG. APALAGI BAGI APOTEKER YG DI PERIFER DAN LUAR JAWA, DI SANA TIDAK ADA SEMINAR. MANA MUNGKIN KAMI BISA MENDAPATKAN 150 SKP? IAI GA RESPEK SAMA ANGGOTANYA, HANYA CARI UNTUNGNYA SAJA, HUFFT!
A: TS Apoteker yg lg galau janganlah mudah terbawa emosi dan hasutan. Akan saya coba jelaskan RAHASIA ABAD INI “CARA MEMPEROLEH 150 SKP FULL TANPA SEMINAR & TANPA BIAYA”. Sssttt ini caranya:
Untuk mengajukan resertifikasi, apoteker harus memenuhi 150 SKP selama 5 tahun dengan ketentuan sbb:
1. 60-75 SKP dari Praktek (wajib)
2. 60-75 SKP dari pembelajaran (wajib)
3. 7,5-22,5 dari pengabdian masyarakat (wajib)
4. Publikasi ilmiah di bidang farmasi, max 37,5 SKP (tambahan)
5. Pengembangan ilmu & pendidikan, max 37,5 SKP (tambahan)
Nomor 4 dan 5 hanya tambahan jadi tidak wajib ada. Jadi yang akan saya jabarkan hanya nomor 1,2 dan 3 aja ya…
1. Cara mendapatkan SKP Praktek:
Wajib praktek minimal 2000 jam/5 tahun = 400 jam/tahun = 34 jam/bulan = 1,5jam/hari dengan ini saja anda sudah dapat 30 SKP, jika anda punya kelebihan jam akan dihitung 100jam setara dg 1 SKP (max. 20 SKP). Jadi dengan praktek selama 4000 jam, anda dapat 50 SKP. Namun pengertian ini tidak dapat diartikan bahwa apoteker cukup hanya praktek selama 4000 jam saja ya 
Dapat 50 SKP gampang kan?
Masih butuh 10-25 SKP lagi kan? Ini caranya:
a. Melakukan monitoring dan pelaporan ESO = 2 SKP/kasus. Jika 1 tahun 1 kasus maka anda sudah dapat 10 SKP lagi, cukup kan? 
b. Menjadi pendamping minum obat pasien secara paripurna = 2 SKP/pasien/kasus. Jika 1 tahun 1 kasus maka anda sudah dapat 10 SKP lagi, cukup kan? 
c. Mengedukasi kelompok pasien (min. 10 orang/pertemuan) = 3SKP/pertemuan. Jadi anda bisa bikin kelas untuk pasien (misal kelas DM, asam urat, panu dll). Jika anda punya 1 kelas saja dan 1 tahun sekali saja maka anda sudah dapat 15 SKP, gampang to?
d. Terlibat dalam kelompok kerja (pokja) kefarmasian = 2 SKP/SK (surat keputusan)
e. Melakukan penjaminan mutu seperti SPO, catatan, rekaman, form2 yang menunjang pekerjaan farmasi = max 5 SKP/5 tahun
f. Bikin brosur/leaflet = max 5 SKP/5 tahun.

2. Cara mendapatkan SKP Pembelajaran:
a. Untuk seminar dan sejenisnya kita kesampingkan ya, karena berbayar hehehe
b. Melakukan tinjauan kasus = 2 SKP. Jadi kalo 1 tahun 1 kasus, anda sudah dapat 10 SKP pembelajaran. Berarti masih kurang 50-65 SKP lagi ya? Hedew banyak amat 
c. Kajian “peer review” (min. 3 apoteker) = 3 SKP utk penyaji dan 2 SKP utk pendengan. Jadi kalo anda 1 tahun sekali menjadi penyaji dan pendengar, maka anda sudah dapat 25 SKP.
d. Diskusi kefarmasian (min. 5 apoteker) = 3 SKP utk penyaji dan 2 SKP utk pendengan. Jadi jika anda aktif ikut pertemuan IAI dan ada diskusi/materi pembelajaran (mirip presentasi ilmiah/seminarlah) dilakukan 3 bulan sekali secara rutin maka dalam 1 tahun minimal dapat 8 SKP, 5 tahun 40 SKP. Sampai di sini cukup kan?
e. Bagi anda yg berhasil menyelesaikan studi lanjut di bidang farmasi, anda dapat SKP yang melimpah (S2 = 50 SKP, S3 = 75 SKP) WOOOOOOWWW!!!

3. Cara mendapatkan SKP pengabdian masyarakat:
a. Penyuluhan tentang obat/OT/narkoba/AIDS/TB/malaria dll = 3 SKP/kegiatan (bobot SKP per 2 jam)
b. Memahamkan tentang distribusi/penyimpanan obat kepada kelompok masyarakat atau tenaga kesehatan lain atau fasilitas pelayanan kesehatan lain = 3 SKP/kegiatan (bobot SKP per 2 jam)
c. Pengobatan massal = 2 SKP/kegiatan (8 jam)
d. Pembinaan posyandu/lansia = 2 SKP/kegiatan (bobot SKP per 2 jam)
e. Menjadi pengurus aktif IAI atau himpunan seminat = 5 SKP/tahun
gampang kan? Mudah kan? Ga pake biaya kan? hehehe

Q: Kok susah sih? Kok berat sih?
A: Namanya juga kompetensi. Kalo masih ada yang merasa susah dan berat, pertanyaan saya “ Yakin anda apoteker yang berkompeten? Bener anda yakin? Masa’?

Q: Apakah tidak ada cara lain selain ngumpulin SKP? Bagaimana kalo tidak pernah praktek sama sekali atau belum punya sertifikat kompetensi, kan SKPA dah ga ada lagi! Gemana hayo?
A: bagi yang ga pingin ngumpulin SKP atau ga praktek tapi pingin punya sertifikat kompetensi ada 2 opsi. Yaitu:
1. Ikut OSCE atau uji kompetensi (bukan SKPA) lokasi ujiannya di jakarta dan insyaalloh akan dimulai bulan JULI 2015 kalo ga salah hehehe
2. Reschooling alias belajar lagi. Untuk yg ini jangan spekulasi dulu ya, tunggu info berikutnya 

Q: Bagaimana jika praktek saya berhenti ditengah jalan kare harus ikut istri atau pindah keluar kota? Bagaimana jika setelah ngumpulin SKP kok pas mau resertifikasi jumlah SKPnya kurang?
A: untuk kasus ini nanti ada yang namanya INTERNSHIP alias magang untuk menutupi kekurangan SKP, mininal 1 bulan magang bisa dapat 36 SKP.

Q: Gemana klo aku punya kelebihan SKP, hangus kagak?
A: bagi yg punya kelebihan SKP, insyaAlloh tidak hangus dan masih bisa digunakan untuk resertifikasi berikutnya, tapi dihargai 50% dari nilai total SKPnya yang kelebihan. Begono teman2….

Dah dulu ya dah ngantuk, kapan2 saya sambung lagi….
Ayo kita harus optimis
Bagi yang masih nyinyir, saya doakan dimudahkan rizkinya, dilapangkan pengetahuannya, bermanfaat ilmunya, bahagia hidupnya. Amiiiinnn…….
Astaghfirullahal’adzim.
Wassalam
Teguh Uji S, APT 24/05/2015

HIKAYAT APOTEKER

Beberapa tahun yg lalu hadirlah seorang apoteker. Pada masanya apoteker itu adalah sosok mahasiswa pandai dengan seabreg kegiatan organisasi mulai dari study club hingga senat mahasiswa. Diapun sering menjadi wakil kampus dalam event nasional maupun internasional. Dari LKTI hingga debat farmasi. Selama di sekolah farmasi dia memang sosok yang sangat idealis.
Tiba waktunya pengambilan sumpah apoteker baru. Dia adalah salah satu apoteker baru yang hendak diambil sumpahnya. Sebelum luluspun dia sudah mendapat banyak tawaran pekerjaan di apotek, RS, industri hingga PNS.
Dengan berbekal pengalaman saat menjadi mahasiswa akhirnya dia menerima salah satu tawaran pekerjaan. Saat itu apoteker tersebut berusia 25 tahun. Belum genap 3 bulan bekerja, idealisme batinnya mulai terusik, resah melihat amburadulnya profesi yang dia agung-agungkan sejak dia menjadi mahasiswa farmasi. Mulai dari apoteker tekab, satu apoteker “pegang” beberapa apotek dan lain-lain. Hampir semua apoteker pada masanya melakukan hal seperti itu. Mulai dari dosen, senior dan kawan-kawan seperjuangan semasa kuliah dulu. Dalam benaknya “semua sama saja”.
Melihat kondisi yang memprihatinkan seperti itu, dia memutar otaknya untuk mencari solusi kebobrokan profesi ini. Dan akhirnya dia pun memutuskan untuk membenahinya. Dia masuk organisasi profesinya. Dalam waktu yg singkat dia pun berhasil duduk sebagai salah satu pengurus nasional di organisasi itu….tujuannya satu meluruskan profesi apoteker. Tujuan yang sangat-sangat mulia. Tak terasa 15 tahun sudah dia ada di puncak kepengurusan nasional… Dan tujuan itu masih jauh dari harapannya. Karena masa jabatannya yang sudah habis maka apoteker ini harus rela “lengser” untuk selanjutnya diteruskan oleh yang lainnya.
Dia merasa tidak puas dan bahkan tak berhasil merubah profesi ini menjadi seperti harapannya. Kemudian dia pun tetap ingin memperjuangkan tujuan itu meskipun tidak untuk sekup nasional. Akhirnya dengan bekal pengalamannya dia pun dengan mudah dapat menjadi pengurus organisasi tingkat propinsi. Tujuannya dia bisa merubah profesi di propinsi itu…dia sangat optimis pasti bisa, karena pekerjaannya tidak seberat saat menjadi pengurus nasional. Lagi, 10 tahun sudah dia lalui menjadi pengurus tingkat propinsi. Namun masih juga nihil…. Jiwanya tergoncang…putus asa mulai melandanya…
Tiba saatnya dia harus meninggalkan jabatannya sebagai pengurus tingkat propinsi diusianya menginjak 51 tahun….
Suatu hari salah satu sahabatnya menelpon dia dan berkata “jangan putus asa kawan…walau kamu belum bisa merubah profesi di negeri ini dan di propinsi itu… Kamu masih bisa merubahnya di tingkat kota bukan?” Mendengar nasehat sahabatnya dia pun kembali bangkit bergairah untuk melanjutkan perjuangannya.
Dengan mudah diapun menjadi pengurus kota karena di kota itu sangat susah sekali mencari apoteker yang rela dan ikhlas menjadi pungurus organisasi. Kalo pun ada karena pada dasarnya mereka hanya mencari keuntungan pribadi saja. Dan pada musyawarah anggota kota dia pun terpilih menjadi ketua pengurus kota. Rupanya berada di “akar rumput” tak seperti yang dia bayangkan. Sangat kental akan kepentingan masing-masing anggota, belum lagi masalah seperti peraturan dan UU yang berganti-ganti. Sungguh sangat melelahkannya. Tak terasa 10 tahun sudah dia menjadi ketua pengurus kota. Kini usianya sudah 61 tahun dan lagi-lagi dia harus rela mundur dari jabatannya.
Penyesalan yang mendalam dalam hati kecilnya. Dia merasa usahanya selama ini hanyalah sia-sia…..
Dalam helaan nafasnya yang mulai sesak karena usianya… Dalam lamunannya….. “jika saja waktu itu saat muda aku bisa berpikir panjang mungkin ini tidak terjadi.”
Sekarang dia baru mau merubah dirinya sendiri. Dia sudah tak mampu lagi karena ilmu keapotekerannya tak pernah di “charge” dia tak lagi bisa bekerja sebagai apoteker karena tak punya sertifikat legal dan registrasi….perkembangan ilmu farmasi melampaui jauh di atas pengalamannya.
Dalam renungnya….
“Jika saja di saat usiaku 25 tahun, aku mampu merubah diriku, pasti 10 tahun berikutnya aku mampu merubah profesiku di kota ini….bukan tidak mungkin 10 tahun kemudian aku bisa merubahnya di propinsi ini. Bahkan bukan hal yang mustahil pasti aku bisa merubah profesi di negeri ini 10 tahun berikutnya dan aku bisa tersenyum melihatnya di sisa usia senjaku”
Sungguh sayang waktu tak bisa diputar kembali…..

PESAN MORALnya adalah 3M:
Kalo mau berubah 1) Mulailah dari diri sendiri, 2) Mulailah dari yang kecil, dan 3) Mulailah dari sekarang… #kata AA Gym.
Jangan menunggu dan mengharap yang lain berubah kalo kita sendiri belum memulainya.
Perubahan besar tidak akan terjadi jika tidak dimulai dari yang kecil.
Perubahan tidak akan pernah terjadi jika kita tidak memulainya dari sekarang.

Salam dan Bravo Apoteker Indonesia
By :
Relawan Apoteker Cawan Merah Indonesia
“Cari dan salurkan, Pantang kembali sebelum berbagi”

GERAKAN NASIONAL MEMASYARAKATKAN APOTEKER

Perlukah itu?

Kalo memang perlu seperti apa sih konsepnya? saya juga bingung…..:P

Sebelum lebih mendalam membahas gerakan ini, saya ada sedikit cerita yang cukup menggelitik dan menertawakan diri saya sendiri 🙂

apa mungkin saya bener-bener “wong edan”, seperti kata mereka? terserah aja bagaimana mengomentarinya….

begini ceritanya :

Pada tanggal 23 Juli 2011 di Kabupaten Wonosobo diadakan karnaval hari anak nasional….. kebetulan putri saya Eisya Citra Amara (5,5 thn) yang masih duduk di bangku sekolah kelas B TKIT “Insan Mulia” Wonosobo diwajibkan oleh sekolahnya untuk mengikuti karnaval tersebut. pihak sekolah menghimbau agar berdandan pakaian adat atau profesi (pekerjaan). singkat cerita karena kebetulan saya dan istri saya adalah APOTEKER, maka kami ingin putri kami berdandan APOTEKER.

Tapi kami menjadi bingung ketika menentukan ciri apa yang dikenali oleh masyarakat yang berkaitan dengan APOTEKER? setelah memutar otak, kamipun tidak menemukan ide sama sekali. menggelitik sekaligus memilukan bukan? masa’ kedua orang tuannya berprofesi sebagai APOTEKER tapi tak mampu mendadani putrinya sendiri menjadi seorang APOTEKER?

Bahkan setelah saya pikir-pikir, profesi APOTEKER adalah profesi INVIS…..

Kalo GURU jasamu tiada tara….., kalo APOTEKER profesimu tiada tara…..:(

Heran saya,

masa’ APOTEKER kalah sama tukang sapu (cukup pake capeng+bawa sapu, jadi dech tukang sapu)

masa’ APOTEKER kalah sama tukang parkir (cukup pake baju orange dan pake topi, jadi dech tukang parkir)

masa’ APOTEKER kalah sama montir (cukup pake werpak+kunci inggris, jadi dech tuh montir)

masa’ APOTEKER kalah sama koki (cukup pake baju putih+topi lebar/besar+bawa centong, jadi dech tuh koki)

masa’ APOTEKER kalah sama pemulung (cukup pake baju seadanya+pake caping+bawa karung, jadi dech tuh pemulung)

masa’ APOTEKER kalah sama pengemis (cukup pake baju jelek+pura2 pincang, jadi dech tuh pengemis)

apalagi dibandingkan dengan profesi2 yang populer seperti dokter, perawat, ustadz, polisi, tentara, hansip, pejabat……. APOTEKER jauh dech…..

miris kan, kita tidak mampu memasyarakatkan profesi APOTEKER?

bukan masalah pakaian, tapi masalah ciri khas yang paling mudah untuk dikenal masyarakat itu apa? ketika ada ide untuk menasionalkan jas praktek apoteker, eeee……..responnya malah terkesan “tidak penting”, ketika ditanya bagaimana caranya agar APOTEKER dikenal masyarakat, eeee……jawabnya entah kemana…..

Ayolah kita duduk bersama demi memasyarakatkan APOTEKER yang kita cintai, jangan mementingkan ego masing-masing. Jangan lihat siapa yang bicara tapi lihat apa yang dibicarakan….

Maaf sebelumnya saya menulis ini bukan bermaksud untuk menyerang atau menghujat siapapun, ini adalah bahan perenungan kita bersama………… kita harus samakan langkah, satukan visi, dan KOMPAK…. itu yang kita perlukan saat ini!!!

Sejawat kolega yang budiman,

dalam kontek ini bukan masalah dikenalnya Apoteker secara personal/individual, tapi dikenalnya APOTEKER oleh masyarakat secara mudah secara global. harapannya adalah setiap orang baik kenal secara personal ataupun tidak, tetapi ketika dia melihat maka dlampikirannya “O, itu APOTEKER”

Simpel kan??????

Salam

Permenkes PBF Terbaru

Permenkes 1148-2011 Pedagang Besar Farmasi

Lampiran Permenkes 1148-2011 Pedagang Besar Farmasi

 

 

TATAP=Tanpa APOTEKER Tanpa Pelayanan=Tanpa ANGPAO Tanpa Pelayanan

..:: T A T A P ::..

Tanpa Apoteker Tanpa Pelayanan

=

Tanpa Angpao Tanpa Pelayanan

 

Sebelumnya saya mohon map apabila catatan saya menyinggung hati sejawat apoteker sekalian. Saya berusaha memberikan pandangan dari sudut yang berbeda dengan wacana yang berkembang tentang TATAP (Tanpa Apoteker Tanpa Pelayanan).

Kolegaku yang budiman judul catatan ini bukanlah sebuah sensasi atau bahkan untuk menyudutkan profesi Apoteker…..

Saya selalu terheran-heran dengan perbandingan yang seolah-olah kita harus sama dan sejajar denga DOKTER….. mulai dari cara praktek, jumlah tempat praktek, salary/fee profesi, STR, SKP dan seabrek keingin-samaan apoteker dengan derajar DOKTER.

Saya analogikan begini :

Seorang pasien laki-laki, 36 tahun buruh tani menderita ISPA yang mengakibatkan dirinya harus dirawat di RS. Mari kita hitung :

Biaya Pelayanan dokter UGD : 120.000

Biaya Visite dokter spesialis : 200.000

Biaya perawatan oleh perawat : 100.000

Biaya kamar : 100.000/hari

Biaya-biaya tsb belum termasuk obat yang harganya tidak murah…. Kalo kita total biaya pelayanan jasa profesi sebesar 420.000/hari.

Pertanyaan saya apakah kita juga akan ikut-ikutan mengambil jasa profesi?

Berapa rupiah jasa profesi yang pantas kita ambil dari kasus ini?

Apakah hanya alas an professional, kita melupakan kemanusiaan?

Saya tahu, kita seorang “ahli” yang “berkompeten” katanya… yang harus dibayar setiap tindakannya…

Apa bedanya kita dengan mereka?

Apakah kita akan bias hidup jika ada orang yang menderita?

Apakah kita bahagia jika ada orang sakit?

Apakah itu ladang uang bagi kita?

PERCUMA KITA BERPROFESI KALO UJUNG-UJUNGNYA ADALAH MASALAH PERUT

Oleh karena itu, jika paradigm TATAP hanya didasarkan atas kepentingan angpao maka gugurlah nilai pelayanan itu demi kemanusiaan….

Kita harus mencari format yang tepat bukan hanya sekedar mencari derajat STATUS dan MATERI agar kita bias dikatakan “mirip “ dokter.

Sahabat apoteker yang saya cintai, mari kita merenung ulang tentang sejatinya profesi apoteker itu harus bagaimana?, harus seperti apa?

Kita lepaskan keinginan STATUS social……………

Kia lepaskan ego…………

SURAT TERBUKA UNTUK IAI

SURAT TERBUKA

Teruntuk Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia

Dimanapun berada

 

SALAM APOTEKER INDONESIA!

Dalam rangka menyikapi Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi , Izin Praktik, Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Oleh karena itu, saya TEGUH UJI SUNGKOWO, S.Si.,Apt. selaku Insan Apoteker Indonesia merasa prihatin dengan berbagai spikulasi-spikulasi yang “memberatkan” Insan Apoteker seluruh Indonesia.

Surat ini saya sampaikan atas nama pribadi saya sendiri, bukan kapasitas saya sebagai Sekretaris Pengurus Cabang IAI kabupaten Wonosobo dan Pengurus Daerah IAI Jawa Tengah Bidang Organisasi.

Saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memperjuangkan terbitnya PP 51/2009 dan Permenkes 889/2011 tanpa terkecuali.

Demi kemaslahatan kita bersama dalam memberikan pelayanan “terbaik” untuk masyarakat Indonesia dan demi menghindari benturan-benturan horizontal antara organisasi profesi Apoteker (IAI) dengan anggotanya, oleh karena itu saya berharap IAI dapat memberikan rasa nyaman dan tentram bagi seluruh Insan Apoteker Indonesia.  Adapun harapan saya yang mungkin harapan sebagian sejawat Insan Apoteker Indonesia lainnya antara lain :

  1. Mohon ditinjau kembali segala bentuk ketentuan yang ditetapkan oleh organisasi tentang Sertifikat Kompetensi Profesi Apoteker (SKPA) dan Satuan Kredit Profesi (SKP). Saya menilai tindakan yang dilakukan organisasi kurang pas, karena sesuai dengan Permenkes 889/2011 pasal 11 (2) “Pedoman penyelenggaraan Uji Kompetensi ditetapkan oleh KFN”, dimana kita ketahui bersama KFN hingga hari ini mungkin belum terbentuk. Namun organisasi telah membuat aturan-aturan yang cukup membuat resah dan stress bagi Insan Apoteker Indonesia. Ketentuan tersebut diantaranya persyaratan untuk sertifikasi ulang harus memenuhi 150 SKP dalam waktu 5 tahun. Harus dipertimbangkan bagaimana cara memperoleh SKP tersebut, dimana kita ketahui bersama bahwa apoteker tidak hanya ada di pulau Jawa saja namun ada diseluruh pelosok nusantara yang belum tentu ada seminar setahun sekali. Kondisi ini sangat berbeda sekali dengan sejawat-sejawat yang berada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya yang mungkin setiap saat bisa ikut seminar untuk mencari SKP. Meskipun SKP tidak seluruhnya diperoleh melalui seminar.
  2. Sebagai bentuk tanggung jawab organisasi terhadap semua wacana dan kebijakan organisasi di masa lampau terkait Sertifikat Kompetensi Apoteker dan SKP yang telah dengan susah payah dipenuhi oleh sebagian Insan Apoteker Indonesia pada waktu itu, meskipun belum tahu atau merasakan manfaat dari Sertifikat Kompetensi Apoteker dan SKP yang diperolehnya. Maka saya berharap :
    1. Mohon diperjuangkan diakuinya semua bentuk Sertifikasi Kompetensi Apoteker yang dilakukan dan dikeluarkan oleh organisasi sebelum tanggal 7 Mei 2011 serta dianggap berlaku hingga 5 tahun kedepan (2016).
    2. Mohon diakui dan tidak dianggap hangus SKP yang telah diperoleh oleh Insan Apoteker Indonesia, hingga pengurusan SKPA berikutnya pada tahun 2016.

Harapan ini bukanlah harapan yang mengada-ada karena dapat memberikan ruang dan waktu bagi organisasi agar tidak tergesa-gesa dalam menata SKPA dan SKP, sehingga lebih arif dan bijak dalam membuat aturan yang dapat diterima oleh semua pihak demi masa depan profesi Apoteker yang kita cintai.

Demikian surat terbuka ini saya buat dengan penuh rasa cinta terhadap profesi yang sangat saya cintai yaitu APOTEKER. Mohon kiranya dapat ditanggapi oleh semua pihak dan apabila surat ini dianggap salah mohon koreksi dan pencerahannya. Terimakasih.

BRAVO APOTEKER INDONESIA!

Salam Hormat saya,

Teguh Uji Sungkowo,S.Si.,Apt.

 

FORM SURAT KETERANGAN SEHAT DAN SURAT PERNYATAAN ETIKA PROFESI

SURAT PERNYATAAN ETIKA PROFESI

SURAT KETERANGAN SEHAT FISIK DAN MENTAL

 

 

PP 51-2009 Pekerjaan Kefarmasian

PP 51-2009 Pekerjaan Kefarmasian

PP 72-1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

PP 72-1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

UU 5-1997 Psikotropika

UU 5-1997 Psikotropika